Rabu, 01 Juni 2011

fenomena jabal magnet gunung kelud


Bukit magnet ternyata tidak hanya ada di dekat Madinah Arab Saudi, ada ratusan tempat di dunia ini yang memiliki fenomena seperti ini, walaupun dengan nama yang berbeda-beda, kadang mereka menyebutnya bukit gravitasi (gravity hill), bukit hantu (spook hill), atau jalan misteri (misteri/ spot). Lokasi aneh ini banyak terdapat di Amerika Serikat, Kanada, Australia, Asia, Amerika Latin, Eropa, bahkan Indonesia pun memiliki lokasi ajaib seperti ini, yaitu di jalan yang menuju objek wisata Gunung Kelud, tepatnya di Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngan-car, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Umumnya, fenomena yang ditemui di bukit-bukit magnet tersebut ditandai dengan mobil yang bisa menggelinding sendiri ke arah tanjakan atau air yang mengalir ke tempat yang lebih tinggi.
Cerita-cerita mengenai jalan aneh yang seolah melawan hukum fisika ini, memang telah ada sejak tahun 1880-an. Fenomena ini sempat mengusik keingintahuan tiga wartawan surat kabar Saint John Telegraph Journal dari Kanada. Pada Agustus 1933, mereka berangkat ke Monoton, New Brunswick, Kanada, untuk menguji fenomena bukit magnet ini. Mereka berharap bisa mengungkap misteri di lokasi tersebut. Ketiga wartawan tersebut memang berhasil menemukan situs itu dan bisa merasakan mobilnya menggelinding di tanjakan, tetapi mereka tidak bisa menjawab apa penyebab misteri ini? Sejak artikelnya dipublikasikan di surat kabar, keberadaan bukit magnet ini kemudian ramai dibicarakan, dan mengundang keingintahuan orang-orang untuk mengunjungi dan merasakannya.
Di berbagai negara, fenomena ajaib ini dimanfaatkan menjadi lahan bisnis dalam dunia pariwisata. Para pemandu wisata pun tak segan-segan mengarang cerita-cerita sensasi, bahwa ada kekuatan alam atau kekuatan gaib yang sedang berlangsung di sana. Kadang, cerita tersebut dicampur dengan legenda-legenda setempat, atau dibumbui gosip yang rada-rada ilmiah, konon di bukit ini sedang terjadi kekacauan gravitasi Bumi.
Lalu apakah sebenarnya yang terjadi di bukit magnet tersebut? Benarkah mengandung magnet? Adakah penjelasan ilmiah yang melatarbelakangi fenomena alam ini?
Saat ini, paling tidak ada dua teori ilmiah yang dipercaya bisa menjelaskan rahasia di balik bukit magnet atau bukit gravitasi ini. Salah satu gagasan adalah yang menyatakan bahwa bukit atau gunung itu memang mengandung biji besi di dalamnya. Besi-besi ini bisa menjadi magnet, dan benar-benar akan menarik apa pun yang terbuat dari logam menuju ke pusatnya. Sayangnya, teori ini mengandung kelemahan karena tidak bisa menjelaskan mengapa air juga bisa mengalir menuju tanjakan, padahal air bukanlah logam.
Sementara itu, teori ilmiah yang saat ini banyak dianut dan cukup masuk akal adalah yang mengatakan bahwa fenomena ini hanyalah ilusi optis alias tipuan mata. Brock Weiss, ahli fisika materi dari Universitas Pennsylvania, Amerika Serikat menjelaskan fenomena ini, seperti dilansir science-dailv.com edisi 1 Juni 2006.
Umumnya, semua misteri di lokasi-lokasi tersebut, menurut Weiss, jelas-jelas disebabkan terhalangnya cakrawala (horizon) yang membuat mata manusia kesulitan "menerjemahkan" lereng dari suatu permukaan. Mereka kehilangan titik pegangan yang benar, dan ini bisa mengacaukan reflek tubuh manusia terhadap keseimbangan, terutama jika lereng tersebut tidak curam.
Sepertinya ada distorsi dalam memandang perspektif dan sudut yang tidak normal, karena tata letak tanah di sekitarnya menghasilkan ilusi optik sehingga lereng yang sedikit menurun tampak sebagai lereng yang menanjak. "Fenomena bukit magnet ini tidak lebih dari ilusi optik yang membohongi mata dan otak manusia," ujar Weiss.
Mereka sebenarnya sedang berkendaraan di turunan bukan di tanjakan. Itulah sebabnya mobilnya bisa berjalan sendiri ke arah "tanjakan" yang sebenarnya adalah turunan. Pengukuran dengan GPS (global positioning system) pun memperlihatkan level di titik awal jalan lebih tinggi dari ujung jalan.
Bagaimana penjelasan ilmiah dari jalan misteri yang ada di Gunung Kelud, Jawa Timur,
apakah di sini juga terjadi karena ilusi optik? Ternyata, hasil penelitian Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya pada April 2007, menyatakan bahwa tidak terbukti adanya gaya magnet di jalan misteri sepanjang 200 meter tersebut. Bahkan, para ahli dari ITS itu dapat membuktikan bahwa jalan itu justru menurun dengan kemiringan 5 derajat. Mereka menyimpulkan, jalan misteri menuju lokasi wisa-ta Gunung Kelud ternyata hanya tipuan mata alias ilusi optik.
Diduga fenomena ilusi mata ini juga terjadi di Jabal Magnet (30 km dari Kota Madinah menuju arah Kota Tabuk, Arab Saudi). Penggal jalan itu sendiri sebenarnya memang menurun, tetapi kemiringannya kecil sekali. Ketika dilihat dari posisi jalan yang kemiringannya tinggi, 1 penggal jalan menurun itu terlihat seperti naik. Dari pengukuran GPS yang pernah dilakukan seseorang yang skeptis dengan keajaiban ini, tern)fata memang benar kendaraan berjalan menuju titik level terendah dari permukaan bumi terhadap permukaan air laut, dan kendaraan bisa mencapai kecepatan hingga 120 km/jam karena jalurnya panjang sehingga ada percepatan selama menempuh jalur tersebut. Secara aktual, jalur tersebut tidak menurun terus,
tetapi ada kondisi naik dan turunnya.
Ada satu pendapat dari ahli geologi yang bisa menjelaskan terjadinya ilusi optik pada bukit gravitasi. Mereka mengklaim, ilusi optik terjadi karena adanya rayapan tanah (soil creep) yang kerap ditandai dengan bentuk pepohonan yang miring akibat pemuaian tanah.
Ketika jalan itu miring, sedangkan pohon yang sering kita pergunakan sebagai "acuan vertikal" juga miring, maka ilusi optik akan terjadi. Bila arah kemiringan jalan sebenarnya ke arah kanan (sebelah kanan rendah) dan pepohonan miring dengan arah yang berlawanan dengan kemiringan jalan (miring ke kanan), maka pikiran kita akan "tertipu" oleh mata kita yang seolah-olah melihat kemiringan jalan ke arah kiri.
Pada ruas-ruas jalan tertentu gejala ini akan lebih mudah menipu mata kita, apalagi kalau kita sedang berada di sebuah tempat atau jalan panjang yang menanjak, tetapi ada ruas kecil yang menurun. Ketika mobil ada pada posisi di ruas jalan yang menurun ini, maka akan terasa seolah-olah mobil tetap menanjak karena kemiringan jalan sangat landai dan pepohonan menipu persepsi otak.

Sungai bawah laut Mexiko


Fenomena 'sungai' di dalam laut Mexico dikhawatirkan bisa membahayakan biota laut. Meski masih dalam penelitian, gas hidrogen sulfida (H2S) di 'sungai jadi-jadian' itu tidak membahayakan manusia.

"H2S itu bersifat asam, apabila bercampur dengan air laut atau garam yang terkandung dalam air laut, maka gas itu bisa berbahaya bagi biota laut, namun tidak berbahaya bagi manusia," kata Menristek Suharna Surapranata kepada VIVAnews.

Hal itu disampaikan Suharna Surapranata dalam pembukaan di The 4th GEOSS Asia – Pacific Symposium, Denpasar, Bali, Rabu 10 Maret 2010,

Kendati demikian, Suharna mengakui fenomena alam itu merupakan bagian dari vulkanologi atau studi tentang gunung berapi, lava, magma dan fenomena geologi yang berhubungan.

"Di Indonesia memang belum pernah terjadi, namun sangat mungkin fenomena itu terjadi karena hal itu merupakan fenomena alam, dan sejauh ini penelitian tentang sungai bawah laut belum selesai, dan masih melakukan pemetaan tematik," jelasnya.

Seperti diketahui, 'sungai' bawah laut yang terjadi di perairan perairan Cenote Angelita, Mexico, pada kedalaman 60 meter itu bukanlah sungai sebenarnya.

Warna kecoklatan seperti air sungai itu merupakan lapisan gas hidrogen sulfida. Namun warna kecoklatan itu bukan berasal dari air tawar.

Disebutkan, bagian kecoklatan yang mirip air sungai itu adalah lapisan bagian bawah gas hidrogen sulfide atau H2S. Gas yang biasanya dihasilkan dari saluran pembuangan kotoran.

Suasana dalam laut itu mirip sungai lengkap dengan lapisan seperti air yang berwarna agak kecoklatan. Ada pohon lengkap dengan dedaunan jatuh berguguran.

Gas Beracun Gunung Dieng Mengkhawatirkan


BANJARNEGARA – Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mengkhawatirkan gas beracun CO2 tidak hanya muncul dari Kawah Timbang, Gunung Dieng, tetapi juga dari rekahan akibat gempa.

“Oleh karena itu, kami berkoordinasi dengan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) untuk menambah dusun yang diungsikan, yakni Simbar dan Serang,” kata Kepala PVMBG, Surono, di Pos Pengamatan Gunung Api Dieng, Desa Karangtengah, Kecamatan Batur, Banjarnegara, Selasa.

Dengan meningkatnya energi gempa bumi yang sampai sekarang masih terjadi, kata dia, tekanan dari dalam tubuh Gunung Dieng akan semakin meningkat sehingga gas beracun tersebut dikhawatirkan tidak hanya keluar dari Kawah Timbang tetapi juga dari rekahan-rekahan di dua dusun itu.

Terkait hal itu, dia mengatakan, pihaknya pada Selasa dinihari, sekitar pukul 01.00 WIB, melakukan pengecekan terhadap jalur utama Batur-Wonosobo terhadap kemungkinan adanya gas beracun. “Dalam pengecekan tersebut, ternyata tidak dijumpai gas-gas berbahaya. Oleh karena itu, kami tidak menutup jalan itu,” katanya.

Disinggung mengenai konsentrasi gas CO2 yang dikeluarkan Kawah Timbang, dia mengatakan, sejak statusnya ditingkatkan menjadi waspada pada 23 Mei 2011 yang berlanjut menjadi siaga pada 29 Mei 2011, konsentrasi CO2 saat ini meningkat hingga 10 kali lipat.

Dalam hal ini, kata dia, konsentrasi pada awal status waspada masih mencapai 0,1 persen volume dan saat ini mencapai satu persen volume. “Tadi pagi, baru pertama kali dalam krisis Dieng ini terjadi hembusan (gas) berturut-turut mulai pukul 08.59 WIB, yang tadinya (konsentrasi) gas hanya tujuh kali lipat, langsung naik menjadi 10 kali lipat,” katanya.

Disinggung mengenai kemungkinan peningkatan aktivitas di Kawah Timbang akan berpengaruh terhadap kawah lainnya, dia mengatakan, hal itu kecil kemungkinan dapat terjadi. “Kalau gasnya bisa lewat dari Kawah Timbang, kenapa harus cari jalan (kawah) lain, kecuali kalau tersumbat,” katanya.