Senin, 30 Agustus 2010
Kamis, 19 Agustus 2010
Sebuah Pulau Es Raksasa Mengancam
STOCKHOLM, KOMPAS.com — Sebuah pulau es seluas 260 km2, lima kali luas Jakarta Pusat, yang lepas dari gletser Petermann, Greenland, melintasi Lautan Arctic, Rabu (11/8/2010). Bisa dibayangkan, apabila seluruh es Greenland mencair, bisa menaikkan permukaan air dunia 6 meter. Jakarta Utara bisa tenggelam jika permukaan laut naik 2-3 meter.
Pulau es yang sedang "berenang" di Lautan Arctic itu segera memasuki tempat terpencil yang disebut Selat Nares, sekitar 620 km selatan Kutub Utara, yang memisahkan Greenland dan Pulau Ellsemere, Kanada. Dalam skenario terburuk, bongkahan es raksasa itu bisa saja mencapai perairan yang ramai dilalui kapal di mana bongkahan es Greenland serupa pada tahun 1912 menghancurkan Titanic.
"Pulau es itu sangat besar sehingga mustahil bisa menghentikannya," kata Hon-Ove Methie Hagen, glasiologis dari Universitas Oslo.
Jika pulau es setebal Empire State Building di New York ini memasuki Selat Nares sebelum beku musim dingin (bulan depan), lintas kapal di sekitar Kanada akan terusik. Dan, jika bongkahan es raksasa itu mengalir ke selatan akibat didorong arus, lalu mencapai pantai timur Kanada, perairan yang sibuk, pengiriman minyak dari Newfoundland akan terganggu.
Pulau es itu amat berbahaya bagi anjungan minyak Grand Banks di lepas pantai Newfoundland, Kanada. "Dari sanalah bisa menjadi titik awal bencana besar," kata Mark Drinkwater dari Badan Antariksa Eropa.
Daya dorong pulau es itu sangat kuat, dapat menyapu anjungan minyak lepas pantai serta kapal-kapal yang ada di depannya. Benturan yang ditimbulkannya pun dapat menyebabkan kerusakan parah. Jika es itu mencair, berpotensi menaikkan permukaan laut global setinggi 20 kaki atau 6 meter!
Pulau es itu pertama kali terlihat lewat satelit oleh seorang peramal es dari Kanada, Tudy Wohllenben, Kamis (5/8/2010). Debit air segar jika es itu meleleh bisa memasok kebutuhan air bagi seluruh warga Amerika Serikat selama 120 hari atau empat bulan.
Canadian Ice Service memperkirakan, laju bongkahan es itu memakan waktu satu atau dua tahun mencapai pesisir timur Kanada. Kemungkinan juga akan pecah menjadi potongan-potongan kecil akibat menabrak gunung es dan pulau-pulau karang. Bongkahan-bongkahan itu juga akan roboh atau mencair akibat angin dan gelombang. "Tapi bongkahan hasil pecahan itu terbilang cukup besar," kata Trudy Wohllenben.
Reuters melaporkan, peristiwa lepasnya pulau es dari gletser Petermann, Kutub Utara, ini merupakan fenomena alam terbesar dalam kurun 28 tahun. Terakhir terjadi pada tahun 1962 ketika Ward Hunt Ice Shelf, Greendland, membentuk sebuah pulau.
Para ilmuwan Amerika Serikat mengatakan, sulit mengklaim robohnya bongkahan es raksasa itu akibat pemanasan global sebab rekaman tentang air laut di sekitar gletser itu tersimpan sejak 2003. Aliran air laut di bawah gletser menjadi penyebab utama lepasnya pulau es dari Petermann, Greenland
Pulau es yang sedang "berenang" di Lautan Arctic itu segera memasuki tempat terpencil yang disebut Selat Nares, sekitar 620 km selatan Kutub Utara, yang memisahkan Greenland dan Pulau Ellsemere, Kanada. Dalam skenario terburuk, bongkahan es raksasa itu bisa saja mencapai perairan yang ramai dilalui kapal di mana bongkahan es Greenland serupa pada tahun 1912 menghancurkan Titanic.
"Pulau es itu sangat besar sehingga mustahil bisa menghentikannya," kata Hon-Ove Methie Hagen, glasiologis dari Universitas Oslo.
Jika pulau es setebal Empire State Building di New York ini memasuki Selat Nares sebelum beku musim dingin (bulan depan), lintas kapal di sekitar Kanada akan terusik. Dan, jika bongkahan es raksasa itu mengalir ke selatan akibat didorong arus, lalu mencapai pantai timur Kanada, perairan yang sibuk, pengiriman minyak dari Newfoundland akan terganggu.
Pulau es itu amat berbahaya bagi anjungan minyak Grand Banks di lepas pantai Newfoundland, Kanada. "Dari sanalah bisa menjadi titik awal bencana besar," kata Mark Drinkwater dari Badan Antariksa Eropa.
Daya dorong pulau es itu sangat kuat, dapat menyapu anjungan minyak lepas pantai serta kapal-kapal yang ada di depannya. Benturan yang ditimbulkannya pun dapat menyebabkan kerusakan parah. Jika es itu mencair, berpotensi menaikkan permukaan laut global setinggi 20 kaki atau 6 meter!
Pulau es itu pertama kali terlihat lewat satelit oleh seorang peramal es dari Kanada, Tudy Wohllenben, Kamis (5/8/2010). Debit air segar jika es itu meleleh bisa memasok kebutuhan air bagi seluruh warga Amerika Serikat selama 120 hari atau empat bulan.
Canadian Ice Service memperkirakan, laju bongkahan es itu memakan waktu satu atau dua tahun mencapai pesisir timur Kanada. Kemungkinan juga akan pecah menjadi potongan-potongan kecil akibat menabrak gunung es dan pulau-pulau karang. Bongkahan-bongkahan itu juga akan roboh atau mencair akibat angin dan gelombang. "Tapi bongkahan hasil pecahan itu terbilang cukup besar," kata Trudy Wohllenben.
Reuters melaporkan, peristiwa lepasnya pulau es dari gletser Petermann, Kutub Utara, ini merupakan fenomena alam terbesar dalam kurun 28 tahun. Terakhir terjadi pada tahun 1962 ketika Ward Hunt Ice Shelf, Greendland, membentuk sebuah pulau.
Para ilmuwan Amerika Serikat mengatakan, sulit mengklaim robohnya bongkahan es raksasa itu akibat pemanasan global sebab rekaman tentang air laut di sekitar gletser itu tersimpan sejak 2003. Aliran air laut di bawah gletser menjadi penyebab utama lepasnya pulau es dari Petermann, Greenland
Penemuan Bayi Matahari di Tata Surya Kita
Teleskop Herschel milik Badan Luar Angkasa Eropa (The European Space Agency/ ESA) menangkap embrio bintang baru di tata surya kita, para peneliti dunia menyebutnya sebagai Matahari baru.
Menurut laman stasiun televisi BBC, 6 Mei 2010, citra gelembung gas yang disebut RCW 120 itu dirilis beberapa hari menjelang peringatan satu tahun peluncuran teleskop Herschel ke orbit. ESA meluncurkan teleskop Herschel pada 14 Mei 2009. Detektor inframerah milik Herschel mampu melihat materi bersuhu rendah yang bisa melahirkan bintang. Citra seperti RCW 120 akan membantu menjelaskan bagaimana proses sebuah bintang raksasa terbentuk.
Calon bintang raksasa dalam citra teleskop tersebut tampak seperti sebuah gumpalan putih di tepi bawah gelembung. Ukuran Matahari baru tersebut akan lebih besar dari Matahari saat ini. Embrio itu diperkirakan bisa tumbuh menjadi salah satu bintang terbesar dan yang paling cerah di galaksi dalam ratusan ribu tahun mendatang
Para peneliti mensinyalir calon bintang besar ini memiliki massa sekitar delapan hingga sepuluh kali lebih besar dibanding massa Matahari, dan dikelilingi begitu banyak material. Jika ada banyak gas dan debu berjatuhan di embrio bintang baru tersebut maka objek baru luar angkasa ini mempunyai potensi untuk menjadi salah satu objek raksasa dalam Galaksi Bima Sakti.
Peneliti juga mengatakan, jika saja ini terjadi maka kehadiran dari bintang baru pesaing dari matahari tersebut dapat mempengaruhi keadaan lingkungan sekitar.
Ilmuwan Herschel, Dr. Annie Zavagno, dari Laboratoire d’Astrophysique de Marseille menyatakan, “Ini merupakan bintang besar yang mengontrol evolusi kimia dan kedinamisan galaksi”.
Dia menambahkan, “Ini merupakan bintang besar yang menciptakan elemen berat seperti besi dan elemen-elemen tersebut akan berada di ruang antar bintang. Dan karena bintang-bintang besar mengakhiri hidup mereka dengan ledakan supernova, mereka juga menyuntikkan energi besar ke galaksi.”
Embrio bintang baru cikal bakal bayi matahari ini bisa terbentuk dengan sempurna menjadi seperti matahari dengan jarak waktu sekitar 100 tahun lagi. Wah gak kebayang kalau ada dua matahari di tata surya kita, bagaimana panasnya?
Sabtu, 07 Agustus 2010
Indonesia terkena tsunami matahari 2013
“Pada 2012 hingga 2015 bintik matahari diperkirakan mencapai titik yang sangat banyak dan itu akan memicu banyak ledakan,” ujar Dra Clara Yono Yatini, MSc, Kepala Bidang Aplikasi Geomagnet dan Magnet Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), di sela-sela sosialisasi fenomena cuaca antariksa 2012-2015 di Denpasar, Bali.
Namun, menurutnya, masyarakat tidak perlu khawatir karena badai matahari tidak akan menghancurkan peradaban dunia. “Dampak badai matahari hanya merusak sistem teknologi saja,” tegas Clara Yono.
Dampak badai matahari 2013 cuma sistem teknologi yang terpengaruh, misalnya, rusaknya satelit sehingga mengganggu jaringan komunikasi. Dampak lainnya dari badai matahari ini juga dapat mengganggu medan magnet bumi. Seperti tahun 1989 saat badai matahari menyerang Kanada, jelas Clara, terjadi pemadaman listrik karena trafo di pusat jaringan listrik terbakar akibat arus yang sangat besar di bawah permukaan bumi.
Badai matahari ini dapat diantisipasi agar tidak menimbulkan kerusakan, seperti mematikan sementara jaringan satelit dan jaringan listrik pada saat terjadi badai matahari.
Selain itu efek akibat aktivitas puncak matahari ini menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Suhu bumi akan meningkat dan iklim berubah. Partikel-partikel matahari yang menembus lapisan atmosfer bumi akan mempengaruhi cuaca dan iklim bumi. Dampak yang paling ekstrim menyebabkan kemarau panjang. “Ini yang masih dikaji para peneliti,” ujar Clara.
Selain itu, Indonesia akan mendapat dampak paling parah akibat badai matahari ini, karena lapisan ozon disekitar Indonesia yang paling tipis
Selasa, 03 Agustus 2010
Indonesia miliki peta baru resiko gempa
JAKARTA--Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki potensi tinggi terjadi gempa bumi memerlukan persiapan dan penanganan bila kejadian alam itu terjadi. Saat ini Indonesia telah memiliki peta bahaya gempa baru yang disusun oleh tim revisi peta gempa Indonesia dengan menggunakan pendekatan probabilitas di batuan dasar.
Hal tersebut disampaikan Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto, dalam paparan hasil kerja tim yang berlangsung di ruang rapat gedung Annex Bina Graha Jakarta, Jumat siang. "Hasil peta ini akan diakomodasi dalam revisi SNI 03-1726-2002," kata Djoko Kirmanto. Peta ini digunakan untuk memperkirakan besarnya beban gempa guna perencanaan infrastruktur tahan gempa.
Setelah menjadi standar nasional, diharapkan semua infrastruktur yang akan dibangun dan di masa mendatang, termasuk bendaungan, mengacu pada peta tersebut sehingga mampu menahan gaya gempa yang mungkin terjadi. Dengan demikian infrastruktur lebih aman serta korban jiwa dan kerugian materiil bisa diminimalkan. Peta gempa juga bisa digunakan untuk mendidik masyarakat memahami gaya gempa yang dihadapi.
Sementara itu ketua tim, Masyhur Irsyam, mengatakan walaupun peta gempa dikembangkan berdasarkan data dan metodologi terkini, namun ke depan masih perlu disempurnakan terus-menerus karena masih banyak penelitian yang perlu dilakukan. "Perlu studi baru untuk mengurangi potensi bahaya gempa yang lebih besar mengingat peristiwa Aceh memiliki kekuatan lebih besar dari yang diperhitungkan semula," kata guru besar dari Institut Teknologi Bandung itu.
Indonesia pada 2002 telah memiliki standar bangunan dan infrastruktur tahan gempa disebut SNI 03-1726-2002.
Peta baru ini memperbaiki beberapa hal dari peta gempa yang lama yang digunakan dalam SNI 2002 karena menggunakan prosedur baru dalam membuat analisis probabilitas bahaya seismik yang digunakan oleh United States Geological Survey (USGS) atau Survei Geologi Amerika Serikat.
Peta analisis probabilitas bahaya seismil merupakan peta tentang nilai percepatan tanah maksimum di batuan dasar sebagai potensi bahaya getaran gempa di suatu wilayah yang diakibatkan oleh sumber-sumber gempa di sekitarnya. Dengan menghitung potensi percepatan tanah di batuan dasar, data dalam peta diharapkan bisa bermanfaat untuk keperluan perancangan bangunan tahan gempa, jembatan dan perencanaan wilayah.
Mereka yang terlibat dalam tim revisi gempa ialah Prof Masyhur Irsyam dari ITB, Dr. I Wayan Sengara dari ITB, Fahmi Aldiamar,ST,MT dari Departemen PU, Ir. M.Ridwan Dpl,E.Eng dari Departemen PU, Ir.Engkon K Kertapati dari Badan Geologi, Danny H Natawidjaja dari LIPI, Prof.Sri Widiyantoro (ITB), Wahyu Triyoso,PhD dari ITB, Drs. Suhardjono dari BMKG, Dr. Irwan Meilano dari ITB dan Ir.M Asrurifak MT dari ITB.
Langganan:
Postingan (Atom)